Adapun yang dimaksud dengan wasiat wajibah ialah suatu wasiat yang diwajibkan, maksudnya apabila seseorang pewaris dimana sebelum ia wafat, mempunyai kewajiban untuk mewasiatkan hartanya kepada seseorang yang wajib atasnya wasiat. Dan apabila wasiat tersebut tidak sempat dilaksanakan sehingga ia meninggal dunia, maka hakimlah yang harus bertindak untuk melaksanakan wasiat itu dengan dasar bahwa ia adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan menurut ketetapan agama.
Tentang kewajiban untuk menunaikan wasiat, adalah prekarsa segolongan fuqaha tabi’in dan imam-imam fiqhi dan hadis diantaranya: Said ibnu Musayyab, Dhahhak, Thaus, al-Hasanul Bashri, Ahmad ibnu Hambal, Daud ibnu Ali, Ibnu Hazm, Ishak, Ibnu Rahawaih, Ibnu Jarir dan lain-lain.
Para beliau, mendasarkan pendapatnya dengan menyetir firman Allah swt., dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 180 (sebagaimana telah disebutkan pada bab terdahulu)
Atas dasar ayat termaksud, maka di Mesir telah dianut ditetapkan suatu Undang-undang Wasiat Wajibah yang bernomor 71 tahun 1365 Hijriyyah bertepatan dengan tahun 1956 Masehi yang antara lain disebutkan sebagai berikut:
طريقة حل المسائل التي تشتمل علي الوصية الواجبة:
١) يفرض الولد الذي مات في حياة احد ابويه حيا وارثا ويقدر نصيبه كما لو كان موجودا
۲) يخرج من التركة نصيب المتوفي ويعطي لفرعه المستحق للوصية الواجهة ان كان يساوي الثلث فأقل, فان زاه علي الثلث رة الي الثلث ثم يقثم علي الأولاه للذكر مثل حظ الأنثيينز
٣) يقسم باق التركة بين الورثة الحقيقيين علي حسب فرائضهم الشرعية.
Artinya: Cara untuk memecahkan masalah yang terkandung dalam wasiat wajibah:
- Anak yang telah meninggal dunia pada waktu hdupnya salah seorang dari kedua orang tuanya, dianggap sebagai ahli waris yang hidup dan kepadanya diberi bagian sebagaimana halnya bila ia masih ada.
- Bagian si mati dikeluarkan dair harta peninggalan dan diberikan kepada cabang turuannya yang berhak untuk wasiat wajibah bila mencapai target 1/3 kebawah dan bila ia lebih dari 1/3 maka dikembalikan kepada 1/3 dan kelebihannya dibagi keapda anak-anak, bagian laki-laki sama dengan dua kali bagian perempuan.
- Sisa harta peninggalan dibagi antara hali waris yang sesungguhnya menurut pembagian hukum faraidh (hukum syara’)
Dengan mengikuti uraian di atas, maka di bawah ini akan lebih diperjelas dengan menggunakan gambar sebagai berikut.



Keterangan/penjelasan gambar 1
P = pewaris/pewasiat
a1 = anak laki-laki
a2 = anak laki-laki
a3 = anak laki-laki yang telah meninggal
cp = cucu perempuan
cl = cucu laki-laki dari P, yang telah meninggal lebih dahulu ayahnya (a3)
dan kedua cucu inilah yang wajib atasnya wasiat.
Jadi apabila diadakan pembagian, maka tentulah masing-masing anak mendapat 1/3, baik anak yang masih hibup (a1 dan a2), maupun anak yang telah meninggal lebih dahulu dari ayahnya (a3). Dan anak inilah yang dikeluarkan lebih dahulu bagiannya untuk diteruskan kepada cabang turunannya yakni cp dan cl, dengan jalan 2 berbanding 1, yaitu:
- cl mendapat : 2/3 x 1/3 = 2/9
- cp mendapat : 1/3 x 1/3 = 1/9
jumlah = 3/9 atau 1/3
keterangan penjelasan gambar 2
P = Pewaris/pewasiat
al = anak laki-laki
a2 = anak laki-laki
a3 = anak laki-laki
a4 = anak laki-laki yang telah meninggal lebih dahulu dari ayahnya (P)
cl = cucu laki-laki cari P (anak dari a4) yang berhak atasnya wasiat wajibah
Pembagiannya adalah:
Masing-masing anak mendapat bagian ¼ baik anak yang masih hidup maupun anak yang telah meninggal (a1, a2, a3, dan a4).
Jadi wasiat wajibah untuk c1 = 1/4 yaitu bagian ayahnya seolah-olah ia masih ada (masih hidup).
Keterangan gambar 3
P = pewaris/pewasiat
al = anak laki-laki yang masih hidup
a2 = anak laki-laki yang telah meninggal lebih dahulu dari ayahnya
c1 = cucu laki-laki dari P (anak dari a2)
dan cucu inilah yang berhak atasnya wasiat wajibah
pembagiannya adalah:
a1 dan a2 masing-masing mendapat ½ bagian, tetapi wasiat wajibah untuk c1 hanya 1/3 bukan sebesar bagian ayahnya sekiranya ia masih hidup.
Perlu digaris bawahi bahwa tidaklah selamanya wasiat wajibah itu sebesar dengan bagian orang yang telah meninggal lebih dahulu dari pewaris/pewasiat, akan tetapi terkadang kurang sebagaimana halnya pada gambar 3 ini, karena mereka menerima bagian dengan jalan wasiat bukan dengan jalan mewarisi. Demikian pula tidaklah selamanya menerima wasiat wajibah sebesar 1/3, terkadang pula kurng sebagaimana halnya pada gambar 2.