Yang dimaksud dengan ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang berhak memperoleh harta warisan, disebabkan karena adanya hubungan nasab atau hubungan darah dengan orang yang meninggal dunia (pewaris).
Dilihat dari arah atau jalur hubungan nasab antara ahli waris dengan pewaris, dibagi ke dalam 3 macam. Yaitu: furu’ul mayyit, yakni anak turunan simati (menarik garis lurus keturunan ke bawah), ushulul mayyit yaitu orang yang melahirkan atau menjadi asal adanya orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab ini menarik garis luruske atas. Sedangkan al-Hawasyiy, ialah hubungan nasab degnan orang yang meninggal dunia itu melalui garis menyamping. Adapun ahli waris nasabiyah yang termasuk furu’ul mayyit adalah sebagai berikut:
furu’ul mayyit
1. Anak laki-laki
Bagian anak laki-laki adalah sebagai berikut:
- Apabila hanya seorang laki-laki saja maka ia mengambil semua harta warisan dari pewaris.
- Apabila anak laki-laki terdiri dari dua orang atau lebih maka dia membagi rata harta warisan itu.
- Apabila bersama-sama dengan anak perempuan (saudarinya), maka anak laki-laki mengambil dua bahagian dan anaknya perempuan mengambil satu bahagian.
- Apabila anak laki-laki bersama anak perempuan dan bersama dengan ahli waris lain seperti: ibu, ayah, suami atau istri, maka dibagi dulu kepada ahli waris tersebut kemudian sisanya diambil oleh anak laki-laki dan anak perempuan, dengan jalan dua berbanding satu (2:1).
Hajib Mahjub
Apabila ada anak laki-laki, maka semua ahli waris mahjub hirman kecuali:
- Ibu
- Ayah
- Datuk
- Nenek
- Suami atau istri
Anak laki-laki tidak ada yang dapat memahjubkan (menghalangi).
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang bahagian anak laki-laki ini firman Allah:
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِArtinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan. (Q.S. 4: 11)
Demikian juga hadis:
الْحِقُوْا الفَرَائِضُ بِاَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَي رَجُلٍ ذَكَرٍArtinya: Berikanlah ahlinya yang berhak, maka sisanya berikan kepada laki-laki yang terdekat kepada si mati. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Anak perempuan
Bahagian anak perempuan adalah sebagai berikut:
- Dua orang anak perempuan atau lebih, dan pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki, mendapat 2/3 kemudian dibagi rata diantara dua orang atau lebih itu.
- Seorang anak perempuan mendapat ½, apabila pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki.
- Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama anak laki-laki seroang atau lebih (saudara kandungnya), mereka mengambil seluruh atau sisa harta warisan kemudian dibagi dengan jalan dua berbanding satu (laki-laki 2 bagian dan perempuan 1 bagian)
Hajib-Mahjub
- Seorang anak perempuan atau lebih, menghijab saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan.
- Dua anak perempuan atau lebih, menghijab anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari pancar laki-laki), kecuali anak perempuan dari anak laki-laki itu bersama dengan anak laki-laki dari anak laki-laki pewaris, maka mereka mengabil sisa dengan dua berbanding satu.
Adapun yang mahjub nuqshan (berkurang bagiannya) karena adanya anak perempuan yaitu: ibu, ayah, pewaris dan salah satunya janda atau duda.
Anak perempuan seorang atau lebih tidak pernah manjadi mahjub.
Dasar hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang bagian anak perempuan adalah firman Allah sebagai berikut:
فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَArtinya: dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (Q.S. 4: 11)
Bagian anak perempuan, apabila hanya seorang saja firman Allah dari lanjutan ayat tersebut di atas:
وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُArtinya: Jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. (Q.S. 4: 11)
3. Cucu laki-laki dari pancar laki-laki
Bagian cucu laki-laki dari pancar laki-laki atau anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, dengan tidak disilang oleh anak perempuan, atau cucu perempuan adalah sebagai berikut:
- Apabila pewaris meninggalkan seorang cucu laki-laki, maka cucu tersebut mengambil semua harta peninggalannya.
- Apabila pewaris meninggalkan dua oran cucu laki-laki atau lebih maka mereka mengambil semua harta peninggalan tersebut kemudian dibagi rata diantaranya, karena mereka sederajat.
- Apabila pewaris meninggalkan cucu laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki (yang sederajat), maka cucu laki-laki dari cucu perempuan tersebut mengambil semua harta peninggalan kemudian dibagi dua berbanding satu (lizzakari mizzlu hadhdhil unza-yaini)
- Apabila pewaris meninggalkan cucu laki-laki dan cucu perempuan, dan juga meninggalkan ahli waris yang lain seperti: ibu, ayah, istri, atau sumai maka bahagian para ahli waris ini dikeluarkan terlebih dahulu, dan kalau ada sisanya baru diberikan kepada cucu laki-laki dari anak laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki dan dibagi dengan dua berbanding satu.
Hajib Mahjub
Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) hanya bisa terhijab oleh anak laki-laki saja (mahjub) apabila ada laki-laki). Cucu laki-laki tersebut menjadi hajib bagi:
- Segala macam saudara simayyit (pewaris)
- Segala macam kemenakan simayyit
- Segala macam paman simayyit
- Segala macam sepupu (misan) simayyit
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum bagi cucu laki-laki dari anak laki-laki dengan dasar hukum yang diterapkan kepada anak laki-laki simati tidak ada, yakni diqiyaskan dengan dasar hukum anak laki-laki (periksa dasar hukum anak laki-laki sebagaimana yang telah disebutkan tentang bagian/kedudukan anak laki-laki).
Adapun yang menjadi dasar hukum atau keadaan cucu dari pancar laki-laki apabila ada anak laki-laki, dan sekaligus menjadi dasar hukum adanya hajib mahjub, dapat dipahami dari kata-kata Zaid bin Tsabit seorang ulama dari kalangan sahabat yang paling ahli dalam ilmu faraidh sebagi berikut:
وَلَدُ الْأَبْنَاءِ بِمَنْزِلَةِ الْأَبْنَاءِ إِذَا لَمْ يَكُنْ دُوْنَهُمْ أَبْنَاءٌ ذَكَرَهُمْ كَذَكَرِهِمْ وَأُنْثَاهُمْ كَأُنْثَاهُمْ يَرِيْثُوْنَ كَمَا يَرِثُوْنَ يَحْجُبُوْنَ كمَا يَحْجُبُوْنَ وَلَا يَرِثُ وَلَدُ ابْنِ مَعَ ابْنٍ ذَكَرٍ, فَإِنْ تَرَكَ ابْنَةً وَابْنَ ابْنٍ ذَكَرٍ فَلِلْبِنْتِ النِّصْفُ وَلِاِبْنِ مَبَقِيَArtinya: Anak dari anak laki-laki (cucu) menduduki tempat anak, apabila orang yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak, yaitu yang laki-laki sama dengan yang laki-laki dan perempuan sama dengan yang perempuan. Mereka mewarisi sebagaimana halnya anak-anak mewarisi. Mereka menghijab sebagaimana halnya anak-anak menghija, dan anak laki-lai dari anak laki-laki tidak dapat mewarisi selama ada anak laki-laki. Jika simati meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang cucu laki-laki, maka anak perempuan mendpaat separoh dan cucu laki-laki mendapat sisanya.
4. Cucu Perempuan dari pancar laki-laki
Cucu perempuan dari pancar laki-laki, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, maksudnya tidak di selingi oleh anak atau cucu perempuan dari pewaris. Adapun bagian cucu perempuan dari anak laki-laki adalah sebagai berikut:
- Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat ½, apabila simati tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
- Dua orang cucu perempuan atau lebih mendapatkan 2/3 apabila simati tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki maka yang 2/3 itu dibagi rata di atara cucu perempuan dari anak laki-laki itu.
- Apabila cucu perempuan bersama-sama dengan cucu laki-laki dua orang atau lebih, maka mereka mengambil semua harata peninggalan dan dibagi di antara cucu perempuan dan cucu laki-laki itu dengan jalan dua berbanding satu.
- Apabila simati meninggalkan ahli waris yang lain maka harus diberikan dulu kepada ahli waris yang berhak itu Dan kalau ada sisanya diberikan kepada cucu perempuan dan laki-laki dengan ketentuan 2 berbanding 1.
- Apabila si mayit meninggalkan seorang anak perempuan dan meninggalkan cucu perempuan seseorang maka anak perempuan memperoleh setengah dan cucu perempuan itu memperoleh seperenam untuk mencukupkan 2/3 yakni bagian dua anak perempuan atau lebih.
Hajib Mahjub
Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih hanya menjadi hajib Bagi saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu dari Wali. Cucu perempuan dari anak laki-laki menjadi mahjub apabila pewaris meninggalkan:
- Anak laki-laki
- Anak perempuan dua orang atau lebih, kecuali jika cucu perempuan tersebut bersama dengan cucu laki-laki yang sederajat
Dasar Hukum
Dasar hukum atau keadaan cucu perempuan dari anak laki-laki ialah Q.S. 4: 11 yaitu sama dengan dalil yang diterapkan kepada anak perempuan, oleh karena cucu perempuan dari anak laki-laki dipandang sama dengan anak perempuan, tidak ada anak perempuan (Lihat dalil yang telah disebutkan). Adapun dasar hukum cucu perempuan dari anak laki-laki apabila bersama dengan seorang anak perempuan atau saudara perempuan adalah sebagai berikut:
قاَلَ عَبْدُ اللهِ بنُ مَسْعُوْدٍ : قَضَي رَسُوْلُ اللهِ صلي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِلْبِنْتِ النِّصْفَ وَلِبِنْتِ الْاِبْنِ السُّدُسَ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَمَا بَقِيَ فَلِلْاُخْتِArtinya: Telah berkata Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah saw., pernah hukumkan untuk seorang anak perempuan separoh, dan untuk seorang cucu perempuan seperenam buat mencukupkan dua pertiga dan selebihnya itu buat saudara perempuan.” (HR. Jama’ah kecuali Muslim dan al-Tirmizi dari Ibnu Mas’ud)
ushulul mayyit
Adapun ahli waris nasabiyah yang termasuk ushulul mayyit, adalah sebagai berikut:
1. Ayah
Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan Ayah maka bagian Ayahnya adalah sebagai berikut:
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan ayah, anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka Ayah mendapat seperenam dari harta peninggalan dan sisanya diambil oleh anak laki-laki atau cucu laki-laki.
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan Ayah, anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, maka Ayah mendapat seperenam bagian yang tertentu, dan bagian anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat seperdua, dan sisanya diberikan lagi kepada ayah.
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan ayah saja, atas semua harta peninggalan diambil oleh ayah.
- Apabila seseorang meninggal, dengan meninggalkan ayah dan ibu saja maka ayah mendapat 2/3 dan ibu mendapat 1/3.
Perlu pula ditambahkan bahwa masih ada Bagian Ayah yang lain yaitu Dua pertiga dari sisa. masalah ini dinamakan kan masalah al-Gharawain. Dan masalah ini akan diterangkan pada masalah khusus dalam Bab yang akan datang.
Hajib Mahjub
Ayah menjadi hajib (penghalang) bagi ahli waris:
- Kakek (ayahnya ayah)
- Nenek (ibunya ayah)
- Segala macam saudara simati
- Segala macam kemenakan simati
- Segala macam paman simati
- Segala macam sepupu (misan) simati
Ayah tidak mungkin mahjub oleh segala macam ahli waris, hanya mahjub nuqshan (berkurang bagiannya) apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu dari pancar laki-laki.
Dasar Hukum
Tentang dasar hukum/keadaan ayah sebagai ahli waris adalah firman Allah swt:
وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚArtinya: Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga. (Q.S. 4: 11)
2. Ibu
Ibu di dalam menerima bagiannya dari pewaris, adalah sebagai berikut:
- Ibu mendapat 1/6 apabila pewari meninggalkan anak dan cucu
- Ibu mendapat 1/6, apabila pewaris meninggalkan saudara dua orang atau lebih, baik saudara itu laki-laki atau perempuan semuanya, ataukan terdiri dari laki-laki dan perempuan, biak sekandung, sebapak, seibu semua atau sekandung dan seayah yang lainnya seibu dari pewaris.
- Ibu mendapat 1/3, apabila pewaris tidak meninggalkan salah satu yang telah disebutkan di atas.
Perlu ditambahkan bahwa masih ada bagian ibu yang lain, yang disebut dengan tsulusul baaqi (1/3 dari sisa). Bahagian ibu ini dinamakan masalah al-Gharrawain atau masalah umariyatain.
Pendapat ini adalah berasal dari Umar bin Khaththab yang kemudian diikuti oleh sebagian besar ulama, kecuali Ibnu Abbas tetap berpendapat yaitu bagian ibu 1/3 dari seluruh harta peninggalan.
Masalah ini akan dibicarakan pada bab yang lain (masalah ketentuan khusus).
Hajib Mahjub
Ibu menjadi hajib (penghalang) bagi:
- Nenek dari pihak ibu yaitu ibunya ibu dan seterusnya ke atas.
- Nenek dari pihak ayah, yaitu ibunya ayah dan seterusnya ke atas.
Ibu tidak mungkin mahjub hirman dari seluruh ahli waris, kecuali mahjub nuqshan (berkurang bagiannya) yaitu dari 1/3 menjadi 1/6 apabila pewaris meninggalkan anak atau cucu ataukah saudara dua orang atau lebih.
Dasar Hukum
Apa yang menjadi dasar hukum atau keadaan ibu dalam menerima bagiannya, adalah sama dengan hukum yang diterapkan kepada bagian ayah, sebagaimana yang telah disebutkan di atas (Q.S. 4: 11)
Adapun dasar hukum bagian ibu apabila pewaris meninggalkan juga dua orang saudara atau lebih, (bersama-sama ibu) adalah firman Allah swt:
فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُArtinya: Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Q.S. 4: 11)
3. Kakek shahih
Kakek shahih ialah ayahnya ayah dan seterusnya ke atas tanpa diselingi oleh perempuan dalam hubungannya nasabnya orang yang meninggal dunia kakek yang diselingi oleh perempuan terhadap orang yang meninggal, disebut kakek ghairu shahih. Kakek ghairu shahih tidak masuk dalam pembicaraan di sini.
Adapun bagian kakek shahih adalah sebagai berikut:
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan anak laki-laki, dan kakek, maka kakek mendapat 1/6 dari harta peninggalan dan sisanya diambil oleh anak laki-laki atau cucu laki-laki.
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan anak perempuan, atau cucu perempuan dari anak laki-laki, dan kakek, maka kakek mendapat 1/6 dan sisanya setelah diberikan kepada anak perempuan atau cucu perempuan, maka diberikan lagi kepada kakek.
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan hanya kakek saja, amka harta peninggalan diberikan semuanya kepada kakek.
- Merupakan pengecualian dalam hal muqasamah dengan saudara sekandung atau saudara seayah (akan dibicarakan pada bab yang lain).
Hajib Mahjub
Kakek menjadi hajib bagi ahli waris:
- Saudara seibu simati
- Segala macam kemenakan simati
- Segala macam paman simati
- Segala macam sepupu (misan) simati
Kakek hanya bisa dimahjubkan oleh ayah saja dari simati.
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang bagian kakek dari cucunya (pewaris), sama dengan dasar hukum bagian ayah, apabila ayah dari pewaris tidak ada.
Kedudukan kakek sebagai ahli waris, juga disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., sebagai berikut:
قَالَ مَعْقِيْلٌ بْنُ يَسَّارٍ الْمُزَنِي قَضَي رَسُولُ اللهِ ص. فِي الْجَدِّ السُّدُسَArtinya: Telah berkata Ma’qil bin Yassar al-Muzani: Rasulullah telah hukumkan kakek dapat seperenam. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
4. Nenek Shahihah
Yang dimaksud dengan shahihah ialah nenek yang hubungan nasabnya sampai kepada orang yang meninggal dunia tidak diselingi oleh kakek ghairu shahih.
Nenek yang dibicarakan disini ialah nenek shahihah. Adapun bagian nenek adalah sebagai berikut:
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan seorang nenk saja dengan tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat 1/6 dari harta peninggalan cucunya (pewaris)
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan dua nenek atau lebih, dengan tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat 1/6 dari harta peninggalan kemudian dibagi rata diantara nenek yang ada itu.
Hajib Mahjub
Nenek hanya bisa menjadi hajib bagi nenek yang jauh, maksudnya nenek yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris menghijab (menghalangi) nenek yang lebh jauh hubungan nasabnya dengan pewaris.
Selanjutnya apabila pewaris meninggalkan ibu, maka semua nenek menjadi mahjub (terhalang) untuk menerima pusakanya, baik nenek dari pihak ibu sendiri maupun nenek dari pihak ayah.
Apabila pewaris meninggalkan ayah, maka hanya nenek dari pihak ayah saja yang mahjub.
Nenek dari pihak ibu hanya satu orang saja yang dapat menerima harta warisan. Sedangkan nenek dari pihak ayah memungkinkan lebih dari satu orang.
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang keadaan nenek di dalam menerima bagiannya hadis Rasulullah saw., sebagai berikut:
عَنْ بُرَيْدَةَ اَنَّ النَّبِيِ ص. جَعَلَ لِلْجَدَّةِ السُّدُسَ اِذَا لَمْ يَكُنْ دُوْنَهَا اُمٌّArtinya: dari Buraidah: Bahwasanya Nabi saw., telah beri bagi nenek seperenam, apabila tidak bersama ibu. (HR. Abu Dawud)
Demikian juga hadis sebagai berikut:
جَاءَتْ الْجَدَّةُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا فَقَالَ مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ فَسَأَلَ النَّاسَ فَقَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ هَلْ مَعَكَ غَيْرُكَ فَقَامَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ فَقَالَ مِثْلَ مَا قَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ فَأَنْفَذَهُ لَهَا أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ جَاءَتْ الْجَدَّةُ الْأُخْرَى إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا فَقَالَ مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ وَمَا كَانَ الْقَضَاءُ الَّذِي قُضِيَ بِهِ إِلَّا لِغَيْرِكِ وَمَا أَنَا بِزَائِدٍ فِي الْفَرَائِضِ وَلَكِنْ هُوَ ذَلِكَ السُّدُسُ فَإِنْ اجْتَمَعْتُمَا فِيهِ فَهُوَ بَيْنَكُمَا وَأَيَّتُكُمَا خَلَتْ بِهِ فَهُوَ لَهَاArtinya: Seorang nenek datang keapda Abu Bakar ra., menanyakan kepadanya tentang bagiannya dalam warisan. Beliau menjawab: Tidak ada bagian sedikitpun bagimu dalam kitabulah (al-Qur’an) dan saya tidak tahu bagian sedikitpun bagimu dalam sunnah Rasulullah saw., maka kembalilah sampai saya menanyakan kepada orang-orang. Kemudian beliau menanyakannya, maka Mughirah bin Syu’bah menjawab: saya pernah mendatangi Rasulullah saw., beliau memberikan kepada (nenek) seperenam (harta peninggalan). Kemudian Abu Bakar berkata: Adakah orang lain yang menyertaimu? Maka berdirilah Muhammad bin Maslamah al-Anshari dan berkata seperti yang dikatakan oleh Mughirah bin Syu’bah. Maka Abu Bakar RA., melaksanakannya (memberi seperenam bagian harta peninggalan) kepada nenek itu. Kemudian datang nenek lain kepada Umar ra., menanyakan bagianna dalam pewarisan. Maka Umar berkata: tidak ada bagian sedikitpun bagimu dalam kitabullah (al-Qur’an) dan tidak ketetapan yang dapat digunakan untuk menetapkan kecuali untuk selain kamu, dan saya tidak akan menambah di dalam ketentuan faraidh, melainkan seperenam itu saja. Maka apabila kamu berdua bersama-sama maka seperenam itulahbagi kamu berdua, dan siapa saja diantara kamu berdua bersendiri, maka seperenam itu baginya. (HR Ashabus Sunan dari Qabishah bin Dzuaib)
al-Hawasyiy
Adapun ahli waris nasabiyah yang termasuk al-Hawasyiy (menyamping), adalah sebagai berikut:
1. Saudara laki-laki sekandung
Bagian saudara laki-laki sekandung yaitu:
- Apabila pewaris hanya meninggalkan seorang saudara laki-laki kandung maka ia mengambil semua harta peninggalan dari saudaranya (pewaris).
- Apabila pewaris meninggalkan dua orang saudara laki-laki kandung, maka mereka mengambil semua harta peninggalan, kemudian dibagi rata dengan saudara-saudaranya.
- Apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung, maka harta peninggalan dibagi dengan ketentuan 2 berbanding 1 dengan saudara perempuannya.
- Apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki kandung dan meninggalkan lain-lain ahli waris seperti ibu, anak perempuan, cucu perempuan, maka Saudara laki-laki sekandung mengambil sisa setelah diberikan kepada ahli waris yang lainnya itu.
- Apabila pewaris meninggalkan suami, ibu saudara-saudara seibu dan Saudara sekandung, maka Saudara sekandung berserikat dengan saudara-saudara seibu sebanyak 1/3 dibagi rata antara Saudara sekandung dengan catatan yang laki-laki sama juga dengan bagian yang perempuan.
Masalah tersebut di atas ini adalah masalah masytarakah, yang akan dibicarakan pada bab yang lain (pada masalah ketentuan khusus).
Hajib Mahjub
Saudara laki-laki sekandung, menjadi hajib (penghalang) bagi:
- Saudara seayah
- Segala macam kemenakan simati
- Segala macam paman simati.
- Segala macam sepupu (misan) simati
Saudara laki-laki sekandung mahjub (terhalang) oleh salah satu ahli waris dibawah ini:
- Anak laki-laki simati
- Cucu laki-laki pancar laki-laki seterusnya ke bawah
- Ayah simati.
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang keadaan (bagian) saudara laki-laki sekandung adalah firman Allah swt.,:
سْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِۗ اِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَۗ وَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْاۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌࣖArtinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. 4: 176)
Kedudukan saudara laki-laki ini, juga didasarkan kepada hadis bukhari dan muslim dari ibnu Abbas, sebagaimana yang telah disebutkan terlebih dahulu (lihat dasar hukum tentang hadis yang diterapkan kepada anak laki-laki).
2. Saudara perempuan sekandung
Bahagian saudara perempuan sekandung adalah sebagai berikut:
- Apabila pewaris hanya meninggalkan seorang saudara perempuan sekandung tanpa saudara laki-laki, maka saudara perempuan sekandung mendapat 1/2 dari harta peninggalan saudaranya (pewaris)
- Jika saudara perempuan sekandung dua orang atau lebih, maka mereka mendapat 2/3, dan dibagi rata diantara sesamanya saudara perempuan.
- Apabila saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung, maka mereka membagi dengan jalan dua berbanding satu.
- Apabila seorang meninggal dengan meninggalkan seorang anak perempuan atau cucu perempuan dari pancar laki-laki dan saudara perempuan sekandung, maka saudara perempuan sekandung mengambil sisa dari harta peninggalan setelah diberikan kepada anak perempuan atau cucu perempuan simati (pewaris).
Hajib Mahjub
Apabila saudara perempuan sekandung menjadi ahli waris bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki, maka sudara perempuan sekandung menjadi hajib (penghalang) bagi:
- Saudara seayah simati, laki-laki atau perempuan
- Segala macam kemanakan simati
- Segala macam paman simati
- Segala sepupu (misan) simati
Perlu juga diingat bahwa apabila seseorang perwaris meninggalkan saudara perempuan sekandung dua orang atau lebih, maka saudara perempuan seayah terhalang.
Saudara perempuan sekandung mahjub (terhalang) karena adanya salah seorang ahli waris di bawah ini:
- Ayah
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki pancar laki-laki seterusnya ke bawah
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang kedudukan saudara perempuan sekandung di dalam menerima bagiannya dari pewaris adalah berdasarkan ayat yang telah disebutkan di atas, yang diterapkan kepada sudara laki-laki sekandung (Q.S. 4: 176).
Demikian juga kedudukannya sebagai ahli waris, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki adalah hadis dari Ibnu Mas’ud, sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu (periksa dasar hukum yang diterapkan kepada ucu perempuan pancar laki-laki).
3. Saudara laki-laki seayah
Tentang kedudukan atau bagian saudara laki-laki seayah sebagai ahli waris dari saudaranya seayah (pewaris) adalah sebagai berikut:
- Apabila pewaris hanya meninggalkan seorang saudara laki-laki seayah, maka semua harta peninggalan diambil oleh saudara laki-laki seayah tersebut.
- Apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara laki-laki seayah maka semua harta peninggalan diambil dan dibagi rata diatara saudara-saudara seayah tersebut.
- Apabila pewaris hanya meninggalkan saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah, maka semua harta peninggalan dibagi diantara saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah itu dengan ketentuan dua berbanding satu (lizzakari mizlu hadhdhil unzayaini)
- Apabila pewaris meninggalkan saudara laki-laki seayah dan lain-lain ahli waris, seperti ibu, istri, maka harta peninggalan diberikan terlebih dahulu kepada lain ahli waris tersebut, dan sisanya diberikan kepada saudara seayahnya.
Hajib Mahjub
Saudara laki-laki seayah manjadi hajib (penghalang) bagi ahli waris:
- Segala macam kemenakan simati
- Segala macam paman simati
- Segala macam sepupu (misan) simati
Saudara laki-laki seayah menjadi mahjub (terhalang) oleh karena adanya salah seorang ahli waris di bawah ini:
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari pancar laki-laki dan seterusnya kebawah
- Ayah
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara perempuan sekandung apabila bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki
Dasar Hukum
Apabila yang menjadi dasar hukum tentang kedudukan saudara laki-laki seayah sebagai ahli waris, adalah sama dengan dasar hukum yang diterapkan kepada sudara laki-laki sekandung, yaitu firman Allah swt., (Q.S. 4: 176) dan hadis Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang keduanya telah disebutkan terdahulu. (periksa dasar hukum pada sub bab saudara laki-laki sekandung)
Hal mana para ulama sepakat bahwa ayat tersebut, juga erlaku untuk saudara laki-laki seayah apabila tidak ada saudara laki-laki sekandung.
4. Saudara perempuan seayah
Tentang bagian saudara seayah dari saudaranya seayah (pewaris) adalah sebagai berikut:
- Seorang saudara perempuan seayah mendapat 1/2 apabila tidak bersama dengan saudara perempuan sekandung dan ahli waris lain yang lebih berhak dari padanya.
- Dua orang atau lebih mendapat 2/3 apabila pewaris tidak meninggalkan saudara perempuan sekandung dan ahli waris yang lebih berhak dari padanya.
- Apabila pewarisnya hanya meninggalkan saudara perempuan dan saudara laki-laki seayah, maka mereka mengambil semua harta peninggalan dan dibagi dengan ketentuan dua berbanding satu (laki-laki dua bagian dan perempuan satu bagian)
- Apabila pewaris meninggalkan saudra perempuan seayah dan meninggalkan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, maka saudara perempuan seayah memperoleh sisanya, setelah terlebih dahulu diberikan bagiannya anak perempuan atau cucu perempuan.
- Apabila pewaris hanya meninggalkan seornag saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah maka saudra perempuan seayah memperoleh 1/6 sebagai pelengkap atau untuk mencukupkan 2/3, sama halnya dengan bagian dua orang saudara perempuan sekandung.
Hajib Mahjub
Saudara perempuan seayah, apabila menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, ataukah ia menjadi ahli waris bersama dengan saudara laki-laki seayah, maka ia menjadi hajib (penghalang) bagi ahli waris:
- Segala macam kemenakan simati
- Segala macam paman simati
- Segala macam sepupu (misan) simati
Saudara perempuan seayah mahjub (terhalang), oleh karena adanya salah satu ahli waris dibawah ini:
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari pancar laki-laki seterusnya kebawah
- Ayah
- Saudara laki-laki sekandung
- Dua orang atau lebih saudara perempuan sekandung
Dasar Hukum
Tentang dasar hukum bagi saudara perempuan seayah untuk mewarisi harta peninggalan saudaranya seayah (pewaris), sama saja dengan dasar hukum yang berlaku bagi saudara perempuan sekandung. Juga ulama telah sepakat bahwa firman Allah swt., (Q.S. 4: 176) yang menjadi dasar hukum bagi saudara perempuan sekandung juga berlaku untuk saudara perempuan seayah.
Adapun dasar hukum pada waktu pewaris meninggalkan seorang saudara perempuan sekandung dan saudra perempuan eayah, hal ini didasarkan pada waktu pewaris meninggalkan seorang anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki yang diberikan 1/6 untuk mencukupkan 2/3, seperti halnya bila pewris meninggalkan dua orang atau lebih anak perempuan, karena hal ini tidaklah juga merugikan atau mengurangi bagian seorang anak perempuan yaitu 1/2 itu.
5. Saudara Seibu
Saudara seibu yang dimaksud disini ialah saudara seibu laki-laki atau perempuan.
Adapun bagian atau kedudukan saudara seibu sebagai ahli waris adalah sebagai berikut:
- Apabila pewaris meninggalkan seorang saudara seibu laki-laki atau perempuan, maka ia memperoleh 1/6 dari harta peninggalan saudaranya yang seibu (pewaris)
- Apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara seibu, baik laki-laki semua atau perempuan semua, ataukah laki-laki dan perempuan maka mereka memperoleh 1/3 dari harta peninggalan dan dibagi rata yaitu bagian laki-laki sama juga bagiannya perempuan.
Hajib Mahjub
Saudara seibu tidak dapat menjadi hajib (penghalang) terhadap setiap ahli waris.
Saudara seibu mahjub (terhalang) apabila pewaris meninggalkan salah satu diantara ahli waris dibawah ini:
- Anak laki-laki atau perempuan
- Cucu, laki-laki atau perempuan dari pancar laki-laki
- Ayah
- Kakek
Dasar Hukum Tentang dasar hukum saudara seibu dalam kedudukannya sebagai ahli waris untuk menerima harta warisan dari pewaris adalah firman Allah swt., sebagi berikut:
وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِArtinya: Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. (Q.S. 4: 12)
6. Kemanakan laki-laki, paman dan dua sepupu laki-laki
Ahli waris-ahli waris tersebut diatas ini, tidak mempunyai bagian tertentu. Kedudukan mereka sebagai ahli waris (apabila mereka tidak mahjub), mereka menjadi ashabah yaitu mengambil semua atau menerima sisa harta warisan, dengan ketentuan didasarkan kepada prioritas keutamaan (kekerabatan terdekat) dari pewaris.
Hubungan kekerabatan terdekat yang dimaksud urutannya tersusun sebagai berikut:
- Kemanakan laki-laki sekandung
- Kemanakan laki-laki seayah
- Paman sekandung
- Paman seayah
- Sepupu (anak laki-laki paman sekandung)
- Sepupu (anak laki-laki paman seayah)
Hajib Mahjub
Sebagaimana telah disebutkan bahwa ahli waris-ahli waris tersebut di atas, mereka menerima harta warisan atas dasar kekerabatan terdekat dalam hubungannya dengan pewaris yaitu: apabila ada kemanakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, maka kemanakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah mahjub (terhalang). Dan apabila ada kemanakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah, maka paman sekandung juga terhalang, dan begitulah seterusnya (menurut susunan tersebut di atas).
Dari enam orang ahli waris tersebut di atas mereka semuanya mahjub apabila ada salahs atu ahli waris di bawah ini:
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari pancar laki-laki
- Ayah
- Kakek dan seterusnya ke atas
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Saudara perempuan sekandung atau seayah, jika ia bersama dengan perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki simati (pewaris)
Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum tentang kedudukan kemanakan laki-laki, paman, dan sepupu laki-laki, apabila mereka tidak mahjub adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu (periksa pada sub bab saudara laki-laki sekandung).